Cinta Asli 100% Product Indonesia

Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.

Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .

Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.

Dan salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia dan negara-negara lain di dunia adalah perdagangan bebas sebagai dampak dari globalisasi.  Suatu hal yang menjadi kekhawatiran bangsa Indonesia adalah semakin melemahnya produksi dalam negeri karena kalah bersaing dengan berbagai produk impor. Saat ini konsumen dalam negeri lebih menyukai  produk asing yang berkualitas dan harganya terjangkau.  Pada saat pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena telah terikat dengan berbagai peraturan dalam perdagangan bebas tersebut maka saat ini pemuda harus lebih proaktif mengambil langkah untuk membuat perubahan di masyarakat. Pola pikir yang seharusnya ditanamkan adalah pemakaian produk dalam negeri merupakan bukti nasionalisme. Dengan memakai produk dalam negeri, membuktikan kecintaan kita pada tanah air. Saat hal tersebut telah menjadi gerakan nasional maka kita akan jauh lebih siap dalam menghadapi perdagangan bebas.

Perlu cara yang jitu untuk mekampanyekan " Cinta Asli 100% Product Indonesia " diera persaingan di pasar Global . salah satu Cara Paling Panas yah Mengorbitkan Merek ... Seperti yang saya Kutip dalam  buku HOT BRANDING nya Ippo Santosa, BBA.(Hons)(Mktg) mengenai aturan-aturan/prinsip-prinsip branding, yang sedikit banyak sepertinya tidak berbeda jauh dengan prinsip-prinsip branding-nya Al Ries dalam bukunya 22 Immutable Laws of Branding. Buku ini lumayan menarik menurut saya, meskipun terkesan sederhana, tidak bertele-tele, ringkas, praktis, tapi toh tetap padat berisi. Terkadang buku seperti ini lah yang memang laris-manis/bestseller, dibanding buku-buku lain yang sok jlimet, apalagi ngaku-ngaku ilmiah, kering dan miskin diksi. Semoga Mengharukan .. !!!

Prinsip #1: Patuhi S&W
Dalam prinsip 1 ini Ippo mengatakan bahwa banyak kriteria untuk memilih sebuah merek. Namun, kriteria mana yang terbaik di antara yang terbaik? Yang pertama-tama dan terbaik menurutnya adalah S&W, yaitu Speakable dan Writable, alias mudah diucap dan mudah ditulis! Why? Disadari atau tidak, bahwa sebenarnya pihak ekternal lah (konsumen, masyarakat, dll.) yang sering melakukan komunikasi merek, bukan internal (apalagi buat yang suka sms-an, pake disingkat-singkat!). Bandingkan dengan Rinso, So Klin, dan Surf, mana yang lebih memorable di benak ibu rt? (yang jelas bukan Surf!). Lalu bagaimana dengan merek-merek yang jlimet tapi sukses: PricewaterhouseCoopers, John Hancock, HSBC, NISP, Tag Heuer, Pierre Cardin? Ya yang pasti bukan karena nama! ha3 namanya aja ringkasan, bukan nyalin buku.

Prinsip #2: Maknai Benak Konsumen
Intinya adalah mendaftarkan merek Anda di benak konsumen! Bukan semata-mata mendaftarkan merek di instansi tertentu sehingga merek Anda menyandang gelar . Lha… caranya? Ya pastikan merek Anda memiliki makna di benak konsumen (meaningfulness), seperti: Xerox identik dengan xerography (teknologi fotokopi), Lexus identik dengan luxurious (mewah). Begitu pula dengan Vegeta, So Klin, Intel, dan Compaq, yang masing-masing mengadaptasi dari kata vegetable (sayuran kaya serat), so clean (begitu bersih), intelligence (kecerdasan), compact (padat). Sehingga konsumen lebih mudah mencerna identitas merek. Terus, bagaimana dengan angka yang dijadikan merek seperti M-150 dan C-59 ? Lho… ini kan ringkasan, bukan nyalin buku

Prinsip #3: Bangkit dan Tularkan Roh (khusus untuk Sang Founder)
Dalam prinsip ini ditekankan perlunya membangkitkan ‘roh’, sekaligus menularkannya kepada karyawan dan perusahaan. Maksudnya adalah, sewaktu bisnis berdiri untuk pertama kalinya, bisnis itu hampa. Sehingga adalah tugas si founder untuk mengisi ‘roh’nya sesuai dengan impian dan kepentingan si founder tersebut. Misalnya: Virgin, siapa yang meng-install roh anti kemapanan tersebut? Richard Bronson kan? Siapa pula yang membumikan ‘roh’ Islami pada MQ Corporation? Tentu saja si founder AA Gym. Begitulah aturannya, sehingga lambat-laun siapa Anda sesungguhnya akan tersirat pada merek yang Anda bangun. Bisakah "amanat agung" ini diambil alih oleh karyawan atau pihak manajemen? Nonsense donk! Ya itu tadi kepentingan/impian si founder pasti tidak sama dengan pihak manajemen lah!

Prinsip #4: Nikmati Masa Kecil
Mana yang lebih Anda sukai, mengelola bisnis kecil atau bisnis besar? Barangkali sebagian besar orang tentu saja menginginkan bisnis yang besar dan merek yang kuat. Namun ibarat kapal besar dan kapal kecil yang sedang melaju, kira-kira kapal mana yang lebih mudah berubah arah/berbelok? (Anda memang pintar!). Demikianlah bisnis kecil, agaknya memang menyimpan kenikmatan tersendiri, toh Anda masih bisa dengan leluasa mencoba ide-ide gila Anda dengan melakukan improvisasi di sana-sini sesegera mungkin. Lain halnya dengan kondisi bisnis yang sudah besar, sedikit kesalahan bisa berakibat fatal. Manfaat kedua adalah terkait dengan dosa-dosa terselubung, bayangkan jika bisnis atau merek Anda sekaliber Ciputra, Tempo, Bank Mandiri, dkk. Jangan coba-coba melakukan kesilapan, kecuali bila Anda ingin menikmati jenis musik bernada kecaman, cacian, bahkan hujatan dari publik! Sedangkan merek kemarin sore? Who cares! Jadi tidak ada salahnya dengan menikmati bisnis yang kecil. (Tentu saja diiringi dengan upaya-upaya untuk menjadi besar). Selanjutnya masih ada manfaat yang ketiga dan keempat, tapi maklumlah ini kan ringkasan.

Prinsip #5: Perkuat Barisan Internal
Secara umum, menurut Ippo aktivitas perusahaan dibedakan menjadi dua, internal (SDM, adminitrasi, keuangan, purchasing, dan produksi) dan eksternal (distribusi, pemasaran, dan business development). Dimana fungsi internal sangat mengandalkan efisiensi, sedangkan fungsi eksternal mengandalkan efektivitas. Walaupun sebenarnya bidang-bidang tadi tidak bisa dikotak-kotakkan sesederhana itu! Nah, branding dalam hal ini sering dikaitkan dengan pemasaran, khususnya sebagai fungsi yang dianggap bersifat eksternal. Bayangkan saja merek Anda sebagai helikopter. Sebelum mengudara, pastinya Anda musti memeriksa mesinnya terlebih dulu alias barisan internal, iya kan? Kalau tidak? Ya, saya turut berduka cita! Bahkan, seandainya sudah lepas landas, Anda juga harus mampu mengendalikannya. Kalau tidak? Jangan tanya! So, kesimpulannya bahwa aksi branding harus di back up dengan fungsi-fungsi internal, bila tidak ingin mengulang tragedi bom Bali II. Berkenalanlah setelah Anda berpakaian rapi. Jangan mengundang apabila Anda belum bersedia menyambut!

Prinsip #6: Bentuklah Personality
Merek adalah benda mati. Anda setuju? (Ya, terserah Anda deh.). Sebuah merek akan tetap menjadi benda mati, selagi Anda belum membentuk personality-nya. Sebenarnya, Mont Blanc hanyalah sebuah pena, sedangkan Nokia hanyalah sebuah ponsel, Calvin Klein hanyalah parfum. Namun, dengan segala perangkat branding yang mereka kerahkan, Mont Blanc terkesan begitu elegan, Nokia terlihat begitu cool, Calvin Klein terasa begitu muda. Itulah yang disebut personality (kepribadian). Dengan wujudnya personality, merek akan terkesan seperti "hidup" dan seolah-olah berinteraksi dengan pelanggan (siapa takut!). Selain itu tentu saja, merek tersebut akan menyemai emotional bonding dengan pelanggan, yang pada akhirnya menumbuhkan loyalitas merek. Ngomong-ngomong sepertinya bisa tuh, personality dijadikan diferensiasi. Jangan lupa juga! Alangkah baiknya apabila personality dikonkretkan, misalnya: demi menjadi cool, Nokia menyederhanakan tombol dan menunya; agar terkesan futuristik, The Matrix memakai teknologi 3D yang unik! Nah selanjutnya supaya lebih "manusiawi", merek haruslah dihumanisasikan. Contohnya? Kijang adalah seorang ayah yang mencintai keluarganya, Yamaha Mio adalah gadis belia yang mandiri, BMX adalah anak laki-laki yang suka berpetualang. Heyyy… tunggu! Terus apa bedanya personality dengan ‘roh’? Anda kan tahu, lagi-lagi ini cuma ringkasan! Yang jelas merek tanpa personality bagai manusia tanpa garam (he3… salah), manusia tanpa kepribadian!

Prinsip #7: Tebarkan Story for Glory
Cerita aja lah! "Konon si Mrs. V seorang yang sangat pintar meracik parfum. Dan, ia ingin menitipkan parfumnya di toko-toko terkemuka di kotanya. Sayangnya, tidak seorang pun manajer toko mengijinkannya. Mrs. V terus membujuk, tetapi ia selalu ditolak. Sekali waktu, Mrs. V betul-betul nekad. Di hadapan manajer toko, ia membanting parfumnya hingga pecah dan wangi parfum pun menyeruak! Tak disangka, manajer toko terpesona dengan aromanya. Akhirnya, permintaan Mrs. V diluluskan oleh manajer toko. Kini, Mrs. V tidak perlu lagi menjajakan parfum, karena ia sudah menjadi seorang jutawan. Siapakah Mrs. V?" (Bagi yang bisa menjawab akan menerima reply email dari saya berupa copy paste ucapan terima kasih sebanyak 1000x, serius!)."

Prinsip #8: Waspadai Pisau Bermata Dua
Diskon 70%! Super murah! Banting harga! Cuci gudang! Apakah Anda masih sering terpengaruh dengan mantra-mantra tersebut zaman sekarang? Bagi Anda yang masih sering terpengaruh, jangan kuatir, Anda masih manusia normal. Buat Anda yang sama sekali tidak, tentu saja Anda masih tergolong normal di tengah orang-orang yang tidak waras sekalipun! Mantra-mantra bujuk-rayu (baca: sales promotion) tersebut memang bermanfaat untuk mempercepat action dari pelanggan, serta menambah value kepada pelanggan dan distributor. Namun, hal tersebut bisa jadi senjata makan tuan. Konsumen Anda bukanlah orang bodoh, sales promotion (diskon, hadiah, dll.) yang tanpa arah alias keterusan akan menyadarkan konsumen bahwa selama ini Anda telah mengeruk keuntungan yang berlebihan, bisa jadi konsumen malah berpikir "Huh! Ini sih bukan diskon, memang harganya segitu." Ingat! Sales promotion juga bisa menggerogoti kekebalan merek (debranding) apabila dosis yang diberikan berlebihan, bahkan menjadi racun yang paling mematikan sekaligus! Dalam jangka panjang, kesetiaan pelanggan juga bisa beralih pada insentif (pemberian diskon, kupon, hadiah dll.), bukan lagi pada merek. Jadi? Waspadalah...!!!   Waspadalah...!!!

Prinsip #9: Abaikan Mitos Kualitas
Btw hampir tidak ada hubungannya antara kualitas dan penjualan. Ooo… ya? (Percaya saja lah!). Disadari atau tidak, ada dua jenis kualitas, yaitu kualitas aktual (actual quality) dan kesan kualitas (perceived quality). Kesan kualitas adalah persepsi konsumen terhadap totalitas mutu dan keunggulan merek. Fakta membuktikan bahwa untuk memenangkan pasar, kualitas aktual semata tidaklah cukup. Anda harus merekayasa kesan kualitas (perception engineering). Jika kualitas aktual adalah realita, kesan kualitas adalah persepsi. Realitas vs persepsi, mana yang lebih penting? Hei, Anda mungkin pernah mendengar Al Ries&Jack Trout berujar bahwa di benak konsumen, persepsi adalah realita! David Aaker pun pernah berpetuah, "kesan kualitas berpengaruh langsung terhadap keputusan pembelian dan loyalitas merek, apalagi kalau pembeli tidak termotivasi atau tidak sanggup menganalisis secara detail." Bahkan, "dalam jangka panjang faktor tunggal yang paling menentukan kinerja bisnis adalah kesan kualitas merek itu sendiri." Tegas Robert Buzell dan Bradley Gale. Lalu seberapa penting kualitas aktual? Sangat penting! Hal ini tentu saja akan menghemat pengeluaran untuk biaya servis di kemudian hari jika produk anda bermutu, iya kan? Kualitas aktual dan kesan kualitas, keduanya harus dikelola secara seimbang.

Prinsip #10: Bergeraklah Seperti 4 Wheel Drive
Katakanlah, Anda marketer untuk sebuah perumahan. Jelas-jelas tidak memadai jika Anda cuma bermain di kutub rasional. Misalnya, Anda hanya mengandalkan harga per meter sebagai nilai jual. Kutub emosional tentunya juga patut dieksplorasi. Contohnya: Anda menitikberatkan lokasi yang bergengsi, desain yang otentik, atau lingkungan yang asri. Mungkin malah hal-hal tersebut yang lebih "mengena". Demikian pula aturan aveda-godiva (rasional-emosional) ini berlaku untuk hampir semua produk. Well, tidak cukup sampai di situ ternyata, manusia adalah makhluk yang kompleks, manusia juga punya sisi spiritual dan physical, dan hal-hal inilah yang sering luput dari perhatian marketer. Langsung contoh aja ya: apa persepsi konsumen tentang tempat-tempat hiburan layaknya karaoke, message, dan fitness bila konsumen kita "sedikit alim"? Mungkin saja citra tempat-tempat tersebut sedikit berbenturan dengan keyakinan sebagian konsumen (baca: nilai-nilai vertikal/spiritual). Lantas? Untunglah ada yang namanya karaoke suami-istri, pijat keluarga, dan fitness khusus untuk wanita. Jadi, konsumen yang dulunya resisten, kini malah berbondong-bondong ke tempat-tempat seperti itu (Anda mengerti kan dengan maksud saya?). Singkat saja tentang sisi physical/kenyamanan inderawi (visual, auditory, kinesthetic, gustatory, olfactory). Misalnya: demi memanjakan indera sentuhan dan pendengaran, manajemen mal sengaja memasang AC dan musik, demi memanjakan indera penciuman, pemilik restoran membiarkan aroma masakan menyeruak ke mana-mana, dsb. So, bergeraklah seperti 4 Wheel Drive!

Prinsip #11: Tirulah Pendaki Gunung
Intinya adalah tetap fokus pada kompetensi inti Anda (core competence) atau menjadi spesialis! Ada dua tahapan dalam menaklukkan sebuah gunung, yakni menjelang sampai di puncak, dan di puncak itu sendiri. Nah, samakah tingkat kesulitannya? Pastilah tidak. Bagian pertama pasti jauh lebih susah, Karena sang pendaki dituntut untuk mengerahkan semua kemampuannya dari segi teknik, konsentrasi, dan stamina. Setiba di puncak? "Santai" dulu aaaahh…! Setidaknya kendaraan untuk meraih kesuksesan level satu adalah dengan menjadi spesialis, bukan generalis! Maksudnya? Jangan menerapkan brand extension dan diversifikasi produk terlalu dini sebelum memperkuat merek dan bisnis inti terlebih dulu (Ingat, ini dunia "hiper kompetitif")! Setelah itu? Barulah Anda boleh mencoba ide-ide liar Anda lebih lanjut (baca: tidak fokus). Yang terpenting adalah pemisahan merek dan pemisahan pengelolaan. Dengan kata lain, untuk pasar yang berbeda sebaiknya menggunakan merek yang berbeda.

Prinsip #12: Ajukan 1001 Alasan (boleh juga nih buat agency/biro iklan)
Wah bingung juga nih ngetiknya! (Judulnya aja 1001 alasan, mau ketik yang mana? :) ). Menurut saya, intinya sih supaya produk Anda laku/gampang terjual, Anda harus menjejali produk Anda dengan berbagai alasan yang tidak melanggar hukum! Contoh: selain produk yang variatif, Nokia juga menjanjikan desain yang funky, menu yang user friendly, fitur yang beragam, jaringan servis juga ok, dll. Pokoknya banyak deh alasannya! Lalu maksudnya alasan yang tidak melanggar hukum? Ya jangan kemukakan alasan yang mengada-ada. Kedua jangan abaikan core benefit! Misal: penerbangan Lion yang menyediakan layanan SMS, inovatif kah? Mungkin sih. Tapi sayang mereka sering telat! Selain itu, ketiga jangan lalai dengan fenomena admired, but not adopted (dipuji tapi tidak dibeli)! Di suatu perusahaan, seorang direktur berdecak kagum, "Wah, IBM memang mengesankan." Sekretarisnya langsung menjawab, "Bapak betul sekali. Ngomong-ngomong, saya akan memesan dan memasang Dell di setiap ruangan, Pak." Balas direktur, "Nah, itu inisiatif yang bagus." Untuk kasus seperti itu, IBM musti menggali alasan yang sangat kuat agar benar-benar adopted, bukan sekedar admired (saya kira hal ini berlaku juga untuk iklan, jangan sampai hanya iklannya yang "dipuji-puji"/dibicarakan orang tapi produknya tidak laku). Masih ada lagi keempat! Tapi ini kan cuma ringkasan gitu loch.

Prinsip #13: Cermati Hukum Jungkir Balik
Baiklah, mana yang benar, ayam dulu atau telur kemudian, telur dulu atau ayam kemudian? (Jawabannya terserah Anda yang penting dua-duanya bisa dijual!). Katakanlah, bisnis restoran. Semestinya, hidangan lezatlah yang membuat banyak orang berkunjung dan mobil-mobil mereka berjejer. Tetapi tidak ada salahnya jika skenarionya Anda balik! Maksudnya: usahakanlah restoran Anda tampak penuh orang-orang yang antre dan mobil-mobil yang parkir, sehingga masyarakat beranggapan, "Wah, pastilah masakan di restoran itu enak sekali. Buktinya banyak yang datang ke sana." Pada akhirnya, restoran Anda akan ramai dengan sendirinya, setidaknya untuk permulaan. Contoh kedua: bisa jadi, harga ditetapkan mahal lebih dulu, sehingga produk dipandang berkualitas (perceived quality). Ketiga: merek yang ngetop tentu saja dapat mendongkrak omzet. Namun, jangan salah, omzet yang membludak juga dapat mengatrol merek. Dan perlu diingat tidak semua aturan bisa dijungkir-balik, so aturan ini jangan ditelan mentah-mentah. Lalu patokannya? Ya tidak ada! Hanya jam terbang dan feeling seorang marketer lah yang sanggup menentukan mana yang pantas dijungkirbalik dan mana yang tidak. Masih perlu dibantah?

Prinsip #14: Sambutlah Anti Brand
Intinya "sambutlah saingan atau musuh Anda dengan tangan terbuka"! Toh Inul "semakin popular" juga karena Rhoma Irama, tul kan? Bahkan sebenarnya perseteruan turun-temurun antara kacang Dua Kelinci dan kacang Garuda justru "memaksa" konsumen untuk lebih aware akan keberadaan kacang ketimbang snack yang lain. Belum lagi di luar negeri antara Coca-cola dan Pepsi, Pizza Hut dan Papa’s John yang justru mendongkrak popularitas brand! Pokoknya banyak deh hikmah dari kehadiran anti brand/kompetitor. Jadi soal kehadiran musuh, nggak perlu dikhawatirkan, tapi tetap perlu dan harus diwaspadai! (Justru kemasyuran Anda akan dipertanyakan seandainya Anda tidak pernah ditantang dan ditentang). Semakin tinggi pohon, semakin kuat anginnya, sedangkan bila Anda tidak ingin diterpa angin, jadilah rumput dan relakan diri Anda untuk diinjak. Pilih mana?

Prinsip #15: Tetaplah Awet Muda
Intinya sih brand revitalization (peremajaan merek)! Supaya merek Anda tetap survived dan sustained selama mungkin kendati tidak ada yang kekal di muka bumi ini, juga tentu saja di luar sana akan semakin banyak "serigala buas" yang mengincar bisnis Anda! Contoh saja Madonna, walaupun sudah bisa dikategorikan "nenek", toh tetap saja eksis sampai sekarang meski muncul banyak bintang muda berbakat lainnya semisal Britney Spears, dkk. Ya itu tadi, intinya adalah brand revitalization, mungkin itu melalui lini produk, iklan, slogan, kemasan, atau tampilan anyar lainnya, ndak ada salahnya toh dicoba? Memang sih, pepatah Belanda mengatakan: "Het is makkelijker een zaak te openen dan open te houden." (Kok repot, langsung aja terjemahannya: "lebih mudah membuka perusahaan daripada mempertahankannya")

Prinsip #16: Lestarikan Keunikan
Intinya adalah tetap konsisten dengan ide tunggal Anda! Apakah Anda mengenal baik atau bahkan peduli dengan istilah: corporate brand, umbrella brand, parent brand, dan sub brand? Positioning statement dan vision statement? Mungkin Anda sangat peduli, tapi bagaimana dengan konsumen? So what gitu loch! Apa itu So Klin? Deterjen pencuci, pemutih, pewangi, atau cairan pel? Atau masih ada yang lain lagi yang belum tersebut? Mungkin memiliki empat orang anak dengan nama yang sama tidak membuat Anda terlalu bingung, tapi bagaimana dengan "tetangga" Anda? Ah, jangan ditanya! Dengan kata lain tetaplah lestarikan keunikan (ide tunggal) Anda, toh Anda juga tidak bosan-bosannya dengan slogan "young generation" ala Pepsi meski sudah bertahun-tahun. Waktulah yang akhirnya akan menguji kesejatian merek Anda. Jangan pernah tergiur oleh sensasi yang hanya mengumbar popularitas sesaat, yang ujung-ujungnya kontra produktif terhadap keunikan merek. So, jangan serakah, ok? Be commonless!

Prinsip #17: Cinta Asli 100% Product Indonesia
Yang ini khusus untuk Anda. Temukan prinsip Anda sendiri! Lho serius! Why not? Ayo budayakan product Indonesia .. cari apa yang Indonesia mau .. 
 
Sikap kita sebagai warga Indonesia yang baik, harus bisa menjaga, menghargai dan melestarikan semua kebudayan yang kita miliki. Setidaknya kita bisa berbahasa daerah atau mencintai produk dalam negeri. Kita harus buktikan bahwa kebudayaan yang ada di Indonesia adalah mutlak punya bangsa kita. Kita harus bangga akan kebudayaan yang kita punya.

Note:
bagi yang sudah membaca ringkasan ini, terima kasih atas waktunya,bagi yang masih penasaran, mohon maaf karena saya memang sengaja melakukannya, bagi yang sudah membaca buku tersebut, bahkan tahu lebih banyak tentang branding, mohon maaf telah mengganggu, bolehlah kalau ini dianggap promosi, tidak ada salahnya buku ini menjadi koleksi Anda...berbagai kritik dan saran akan diterima dengan setulus hati
asal Anda tahu, Mrs. V lebih dikenal dengan nama Estee Lauder. G’ luck buat Anda! simple friend, Dan Semoga Mengharukan

Other Stories

0 Response to "Cinta Asli 100% Product Indonesia"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme
--- Percayalah pada keyakinan yang terdalam di hatimu. Lalu berjuanglah sekeras mungkin untuk mengikutinya.--- Kesuksesan adalah bagaimana memahami yang tak dipahami logika, dan mengikuti keyakinan kita yang terdalam. Tuhan sudah tak sabar ingin menemui para pemenang yang babak belur dengan hadiah utama-Nya yang tak main-main. Jangan menoleh ke belakang, jangan berbelok, teruslah melangkah maju ---